Monday, April 30, 2007

kerinduan, tanpa syarat, tanpa beban..

Coba kutiti ukir mata.
Mata sayu yang menatapku padu.
Padan di jora. Sorai yang jontai.
Angin gunung kuncup mimpi.
Angin gunung yang kuyakin kelak kan mencium mataku.
Termohon atas beda.
Kau selatan dan aku utara, Bung.
Sua yang sepi. Adalah hari terakhir aku melihatmu.

Kerinduan, lurus dan mendalam.
Pun itu. Bukan cinta, Bung.
Ini rindu. Sekali lagi, ini rindu.
Pengap tapi membebaskan.
Layaknya terali parodi.
Aha, kita memang tengah berparodi.
Lanskap burai wajah topeng.
Carut marut coba benahi.
Kupikir bukit golgota dan padang mahsyar untai satu kidung.

Tak senandung. Ujar parau.
Lelaki di tribun kiri, tuai dari cawan suci.

Ah, malam ini kumengelantur lagi.
kota itu semoga tidak mengubahmu..
tau kah kau, kurindu...

yogyakarta, 21 maret 07

lelaki datang dan pergi. aku tak peduli. aku tak pernah percaya cinta pada pandangan pertama. tapi aku mengimani napsu pada pandangan pertama. kalau aku merindukanmu, itu karena tulisanmu. bukan karena apa..

Thursday, April 12, 2007

emotif

Serupa berbilang garis,
berbilang titik, koma dan tepian
telah bersenyawa bersama puing, engkau
Mengerus huruf,
Mengais gigir angan kotak,
Dan pada akhirnya...,
Manusia ini kolaps pada kata menyerah..

Menimpa tepian koyak,
Yang tak mudah untukku menuai.
Atas pembanding batas,
Mungkin itu bukan aku, ibumu..

27 Mei, nak..

tidurlah bersua pangku tuhan dalam harimu..

untuk seorang-tua, yang kutemui, di piyungan, dua bulan silam. untuk ibuku, yang selalu khawatir atas anak perempuannya yang selalu dekat dengan kematian. bahwa kematian milik tuhan, Ma.

Wanita yang Bergelut dengan Alam Pikirnya

Di ujung canting,

Dalam cawan kedewasaan perempuan

Mengaduk hangat uap pasrah

Bergelut pun, kini beralih menjadi sebuah beku

Samar-samar, bahkan tidak membayang

Alibi merah tak lagi membenarkan

Mencoba merinai dalam dikotomi searah

Dan mungkin bersenyawa bersama requiem nafas

Itulah kamu, dalam pantulan,

Dini itu,

Kamu bilang, aku perempuan

Kamu bilang : jangan panggil aku wanita

Lalu aku bilang, apa bedanya?

Apa beda jika dikari tak lagi senjatamu?

Apa beda jika kau bukan lagi rumput liarku, Sayang?


Yogyakarta, 13 mei 2005

adalah sebuah pengantar, sebuah titi hari

Kisah Persetubuhan Yang Malang

Bangunlah Bang,

anakmu mengoceh lindap kembang

imamat tua rinai gigir ambang


aih, abang..

si arak abangan, si kere jalang

tercium untuk kubuang, lanang..


bangunlah, bang,

ladang golgota urai palang dan ilalang

mengelangut rambang

atas sebuah kisah persetubuhan yang malang..


puisi ini saya bawakan pada acara pembacaan puisi di Kedai Kebun art space, yang diadakan setiap hari minggu pertama di tiap bulannya.