Kutemu eja;
Pada jilid tawa yang keberapa,
Kau benar-benar berbahagia?
Kisah seorang perempuan yang tergila akan puisi. Kena keseharian dan partitur-partitur pikir dari perempuan lindap kembang, yang coba jelma dari titi rinai huruf menjadi kata.
Sebentar, ada yang tertinggal.
Ah, kita lupa meratapi hari, Mak
Kita lupa berpura-pura menjerang air
Dan berlagak makan enak
Kita juga lupa, bapak tadi pamit kemana
Maksudku, ke gua garba yang mana lagi,
Ia coba sedekahkan mani-maninya
Tapi Mak, semoga hari ini aku tak lupa
Membaca tuhan,
Pada air muka-mu.
Sedang berusaha membuat puisi sederhana yang tidak liris dan tidak pula mendayu-dayu. Gara-gara membuka kembali Pacar Senja-nya Jokpin, nih.
Kuutarakan padamu sesore itu
Sebuah aforis mengenai peta berahi
Coba bingkai marut perkelaminan
Aku hanya ingin pulang.
Mengelanyut manja pada puisi yang berserak
Berkelakar kena kesejajaran,
Atas frasa yang kita telusuri adanya
Aku ingin pulang,
Berbincang gamang sedepa bentang
Tentang sebuah narasi kehilangan
Ah, aku ingin pulang.
Bukan berkalang.
Bukan berpulang.
Semalam, dingin benar.
Demikian kita membilang
Semalam, kita sudah didepan losmen kaliurang
Dan aku bilang, aku tak mau
Bukannya takut, apalagi malu
Sudah kubilang, aku bukan mereka
Sudah kukata, aku berbeda
Bangsat tampanku,
Inilah caraku,
inilah asketis yang terusung
Tetapi maaf, kelaminku bukan untukmu
Bangsat tampanku, Kau lupa bahwa aku adalah perempuan yang bergerak dalam mencari entitas bernama : Ada. Memang benar adanya, bahwasanya kau adalah satu2nya lelaki yang kuingini. Tetapi maaf, aku menghargai kelaminku. Aku menghargai : Ada. Di lain waktu, berhati-hatilah terhadap perempuan sepertiku.
Dan aku pun semakin memaknaimu..
di bawah pohon Ara.
Aku begitu menikmati kemasyukanmu
Pemapar sajak-sajak merah benaman koma
Penghayat sang Ada di kedalaman rancu,
Memburai untuk dedahkan harakat lalu
Ah, lelakon apalagi yang sedang kau mainkan, sayang?
Mengeja sayup menjadi kebisingan yang bungkam
Mencipta keterdiaman, diam yang bisu.
Selinap senyap di titi waktu
Aku menemuimu, di batas lengkung rona
mencecap embun yang coba tawarkan rasa
Seruak sepanjang makrifat benoa
Dan kau Lelaki, masih disana;
Termangu di bawah pohon Ara
Yogyakarta, 8 juni 07. 00.21
Buat mas gondrong yang sedang nyantri di Pondok Pesantren Institut Seni Indonesia, ini pesenan puisinya...
Tuhan...,
Ingin sekali meleburkan diri,
Ingin sekali bersua Al masih
Ingin sekali rengkuh keterhayatan langit
tapi...
ku mohon....,
Tanpa mati.
Nduk,
Kuajari kau mengeja harakat hari,
Biar nanti aku bisa melihatmu menari
Untuk kemudian pergi
Ayo Nduk,
Mari kumainkan nada gitar sumbang,
Dan lantunkan pukau suaramu
Untuk kenang, bahwa aku pernah mempunyaimu
Nduk genduk,
Kuajari kau mengudap peri
Jika hari begitu sombong,
Dan kau pun tegak oleh sokong
Nduk-ku,
perempuan arus-ku,
Yang olehmu waktu tak akan tergerus..
Djokja, 2 mei 07. 23.35.
Abang, Nduk-mu kini telah berdikari. Selamat menikmati jalan sufi-mu, abangku yang sangat tampan. Dan aku telah sangat mengecewakanmu, bukan?